https://docs.google.com/document/d/1gEXVDMX7DBnMIxX1__f3roRD_R0c3rMc2XBK2yifLAk/edit?usp=sharing
Kamis, 21 Desember 2017
Jumat, 08 Desember 2017
JUAL BELI VIAMEDIA ELEKTRONIK (E-COMMERCE) DI ERA KEKINIAN
Muhammad Fajar
Mahasiswa IAIN Metro
Sejalan
dengan perkembangan peradaban suatu zaman, kemajuan teknologi, informasi,
komunikasi maupun inovasi-inovasi lainnya mendukung perkembangan teknologi internet.
Dengan adanya internet yang mudah diakses semua kalangan baik dari kalangan
atas, maupun menengah ke bawah menjadi sebuah strategi untuk memperlancar
pengembangan suatu bisnis, penggunaan internet berubah dari fungsi sebagai alat
pertukaran informasi secara elektronik menjadi alat untuk aplikasi strategi
bisnis. Untuk mempermudah pemasaran, penjualan, pelayanan pelanggan.
Salah satu aktifitas mu’amalah yang sedang
populer di dunia maya, maraknya transaksi jual beli yang menggunakan media
elektronik atau yang sering disebut e-commerce.
Pengembangan e-commerce di
indonesia memiliki potensi maupun prospek yang sangat bagus, karena pemasaran di internet cenderung menembus berbagai rintangan,
batas negara, dan tanpa ada aturan-aturan yang baku. Sedangkan pemasaran secara
konvensional membutuhkan distribusi dari pusat sampai ke daerah melalui jalur
udara, jalur laut, maupun jalur darat, membutuhkan baliho, dan promosi maupun
iklan di media elektronik. Pemasaran konvensional lebih banyak yang terlibat
dibandingkan pemasaran di internet. Pemasaran di internet sama dengan direct
marketing. Dimana konsumen berhubungan langsung dengan penjual, walaupun
penjualnya berada di luar negeri.
Seiring bermunculan beberapa situs jejaring
sosial yang banyak diminati oleh masyarakat seperti Facebook, Twiteer, WhatsAap
dan lain-lain. Di ikuti juga perkembangan transaksi barang melalui media
tersebut. Kecanggihan teknologi telekomunikasi
membuat dunia seolah dekat dan tidak berjarak. Semua orang dapat melakukan
aktifitas tanpa bertemu namun bisa
melihat wajah dan mendengar suara. kecanggihan teknologi, informasi dan telekomunikasi
membawa perubahan terhadap aktifitas manusia, termasuk dalam bermu’amalah. Seseorang
dapat menawarkan-menawar dan transaksi tanpa harus saling berhadapan secara
fisik. Transaksi dilakukan secara via internet dimana kedua belah pihak tidak
dalam satu tempat atau majlis.
Melihat
perkembangan teknologi modern yang dampaknya pada segala bidang termasuk
transaksi jual beli demi kecepatan kegiatan bisnis dan ekonomi lainnya maka
perlu diputuskan hukum tentang penggunaan media tersebut dalam perspektif fikih
islam. E-commercee sebagai model perjanjian atau transaksi jual-beli, dengan karakteristiknya berbeda dengan jual beli biasanya, mampu menjangkau
dari lokal maupun global. Apabila
rukun dan syarat terpenuhi maka e-commerce sah sebagai sebuah transaksi
yang mengikat, dan sebaliknya, apabila tidak terpenuhi maka tidak sah.
Sementara mengenai syarat adanya barang atau produk dan uang sebagai pengganti harga
barang, maka dalam transaksi elektronik atau e-commercee tidak dilakukan
secara langsung dalam dunia nyata. Produk atau barang biasanya berupa foto dan
video kemudian terdapat spesifikasi sifat dan jenis. Konsumen dapat bebas
memilih barang yang sesuai dengan spesifikasi. Barang akan dikirim setelah uang
dibayar. Mengenai system pembayaran biasanya dilakukan dengan cara transfer.
Jual beli ini disebut jual beli hanya saja system pembayaran atau uang yang
dibayarkan di muka dalam transaksi bai’ as-salam.
Adapun
syarat para pihak yang bertransaksi yang pertama harus cakap hukum, yang kedua harus
rela, tidak dalam keadaan dipaksa, terpaksa atau tertekan. Adapun syarat Ra’s al-mal uang atau dana yang
dibayarkan : yang pertama, jelas harganya, yang kedua dana harus diserahkan
pada saat akad tunai. Cakap hukum yang dimaksud adalah seorang dewasa yang tahu
etika bisnis.
Adapun
syarat barang yang dipesan yang pertama ditentukan dengan sifat-sifat tertentu,
jenis, kualitas dan jumlahnya, yang kedua satu jenis, tidak bercampur dengan
jenis lainnya, yang ketiga barang yang sah yang diperjualbelikan.
Adapun
syarat ijab qabul yang pertama harus dijelaskan secara spesifik dengan siapa
berakad, yang kedua antara ijab dan qabul harus selaras, baik dalam spesifikasi
barang maupun harga yang disepakati, yang ketiga tidak mengandung hal-hal yang
bersifat menggantungkankeabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang, yang
keempat akad harus pasti, tidak boleh ada khiyar syarat.
Transaksi jual beli secara elektronik
sebenarnya sama saja dengan jual beli di dunia nyata, hanya saja pihak yang
terlibat dalam transaksi tidak bertemu secara langsung, tetapi berkomunikasi
melalui internet. Model transaksi
jarak jauh yang dilakukan dengan perantara menurut kalangan ulama kontemporer
adalah sah secara hukum fikih dengan alasan yang pertama ulama masa lalu telah
membolehkan transaksi yang dilakukan dengan perantara ijab sah saat pesan telah
sampai kepada penerima pesan, yang kedua maksud dari satu majlis (ittihadul majlis)
dalam syarat transaksi adalah satu waktu dimana kedua belah pihak melakukan
transaksi, bukan berarti satu lokasi atau tempat, dan hal ini dapat berlangsung
dengan menggunakan telepon atau internet dan media lainnya.
Sebuah perusahaan e-commercee
bisa bersaing dan bertahan tidak hanya mengandalkan
produk saja, tapi dengan adanya tim manajem yang handal, pengiriman yang tepat
waktu, pelayanan yang bagus, struktur organisasi bisnis yang baik, jaringan
infrastruktur dan keamanan, desain situs web yang bagus. Sebagai contoh ustadz yusuf mansur mendirikan sebuah
perusahaan yang bernama PT. Verita Sentosa International (TRENI) dengan produk
yang bernama paytren dengan konsep sistem jaringan, yang didukung support
system team manajemen yang handal. E-commerce secara esensial merupakan praktek
jual beli yang memiliki kesamaan fundamental dengan bai’ as-salam, yaitu adanya
penangguhan penyerahan barang setelah terjadi akad jual beli antara penjual dan
pembeli. Di samping itu, yang paling ditekankan dari dua pihak yang
bertransaksi adalah harus memiliki keinginan untuk bertindak sendiri bukan atas
paksaan orang lain atau bukan dalam tekanan dari pihak lainnya, yaitu harus
adanya unsur kerelaan dari kedua belah pihak yang bertansaksi.
Selasa, 08 November 2016
PENDIDIKAN AGAMA DAN MORAL DALAM PERSPEKTIF GLOBAL
Gejala kemerosotan moral dewasa ini sudah benar-benar mengkhawatirkan. Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong-menolong, dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjatuhkan, dan saling merugikan. Banyak terjadi adu domba dan fitnah, menjilat, menipu, mengambil hak orang lain sesuka hati, dan perbuatan-perbuatan maksiat lainnya.
Kemerosotan moral yang demikian itu lebih mengkhawatirkan lagi, karena bukan hanya menimpa kalangan orang dewasa dalam berbagai jabatan, kedudukan, dan profesinya, melainkan juga telah menimpa kepada para pelajar tunas-tunas muda yang diharapkan dapat melanjutkan perjuangan membela kebenaran, keadilan, dan perdamaian masa depan.
Belakangan ini banyak terdengar keluhan orang tua, ahli didik, dan orang-orang yang berkecimpung dalam bidang agama dan sosial, berkenaan dengan ulah perilaku remaja yang sukar dikendalikan, nakal, keras kepala, berbuat keonaran, maksiat, tawuran, mabuk-mabukan, pesta obat-obatan terlarang, bergaya hidup seperti hippies di eropa dan amerika, bahkan melakukan pembajakan, pemerkosaan, pembunuhan, dan tingkah laku penyimpangan lainnya.
Tingkah laku penyimpangan yang ditunjukkan oleh sebagian generasi muda harapan masa depan bangsa itu sesungguh pun jumlahnya mungkin hanya sepersekian persen dan jumlah pelajar secara keseluruhan, sungguh amat disayangkan dan telah mencoreng kredibilitas dunia pendidikan. Para pelajar yang seharusnya menunjukkan akhlak yang baik sebagai hasil didikan itu, justru malah menunjukkan tingkah laku yang buruk.
Lantas di manakah letak fungsi dan peranan pendidikan agama dalam meningkatkan akhlak dan moralitas bangsa? Adakah kesalahan yang telah dilakukan oleh dunia pendidikan? Dan bagaimanakah cara memperbaiki kinerja dunia pendidikan dalam mengatasi permasalahan tersebut?
Banyak faktor yang bisa menyebabkan timbulnya perilaku menyimpang di kalangan para remaja.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, longgarnya pegangan terhadap agama. Sudah menjadi tragedi , di mana segala sesuatu hampir dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan, sehingga keyakinan beragama mulai terdesak, kepercayaan kepada tuhan tinggal simbol, larangan-larangan dan suruhan-suruhan Tuhan tidak diindahkan lagi. Dengan longgarnya pegangan seseorang pada ajaran agama, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang ada di dalam dirinya.
Kedua, kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh rumah tangga, sekolah, maupun masyarakat. Pembinaan moral yang dilakukan oleh ketiga institusi ini tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Ketiga, belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Pemerintah yang diketahui memiliki kekuasaan, uang, teknologi, sumber daya manusia, dan sebagainya tampaknya belum menunjukkan kemauan yang sungguh-sungguh untuk melakukan pembinaan moral bangsa.
Itulah diantara faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kemerosotan moral bangsa.
Dan, bagaimanakah strategi pendidikan agama dan moral yang efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut?
Pertama, pendidikan moral dapat dilakukan dengan memantapkan pelaksanaan pendidikan agama, bahwa nilai-nilai dan ajaran agama pada akhirnya ditujukan untuk membentuk moral yang baik.
Kedua, pendidikan agama yang dapat menghasilkan perbaikan moral harus diubah dari model pengajaran agama kepada pendidikan agama. Pengajaran agama dapar berarti transfer of religion knowledge (mengalihkan pengetahuan agama) atau mengisi anak dengan pengetahuan tentang agama, sedangkan pendidikan agama bisa berarti membina dan mewujudkan perilaku manusia yang sesuai dengan tuntutan agama. Pendiddikan agama dapat dilakukan dengan membiasakan anak berbuat baik dan sopan santun tentang berbagai hal mulai dai sejak kecil sampai dewasa. Seorang anak dibiasakan makan, minum, tidur, berjalan, berbicara, berhubungan dengan orang sesuai dengan ketentuan agama.
Ketiga, pendidikan moral dapat dilakukan dengan pendekatan yang bersifat integrated, yaitu dengan melibatkan seluruh displin ilmu pengetahuan. Pendidikan moral bukan hanya terdapat dalam pendidikan agama saja, melainkan juga terdapat pada pelajaran bahsa, logika, matematika, fisika, biologi, sejarah, dan sebagainya.
Keempat, sejalan dengan cara yang ketiga tersebut diatas, pendidikan moral harus melibatkan seluruh guru. Pendidikan moral bukan hanya menjadi tanggung jawab seluruh guru.
Kelima, pendidikan moral harus didukung oleh kemauan, kerja sama yang kompak dan usaha yang sungguh-sungguh dari keluuarga/ rumah tanggga, sekolah, dan masyarakat. Orang tua harus meningkatkan perhatiannya terhadap anak-anaknya, dengan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, teladan, dan pembiasaaan yang baik. Orang tua juga harus menciptakan rumah tangga yang harmonis. Sekolah juga haruss menciptakan suasana yang bernuansa religius, sperti membiasakan shalat berjamaah, menegakkan displin dalam kebersihan, ketertiban, kejujuran, tolong menolong, sehingga nilai-nilai agama menjadi kebiasaan, tradisi, atau budaya seluruh siswa.
Keenam, pendidikan moral harus menggunakan seluruh kesempatan, berbagai sarana termasuk teknologi modern. Kesempatan berekreasi, pameran, kunjungan, berkemah, dan sebagainya harus digunakan sebagai peluang untuk membina moral. Demikian pula berbagai sarana seperti masjid, mushala, lembaga-lembaga pendidikan, surat kabar, majalah, radio, televisi, internet, dan sebagainya dapat digunakan untuk membina moral.
Uraian tersebut memperlihatkan dengan jelas, bahwa pembinaan moral erat kaitannya dengan pendidikan agama. Oleh karena itu, pendidikan agama perlu ditingkatkan kualitasnya dengan melibatkan unsur kedua orangtua/rumah tangga, sekolah, dan masayarakat serta menggunakan berbagai cara yang efektif. Pembinaan moral bukan hanya menjadi tanggung jawab guru agama saja, tetapi tanggung jawab seluruh guru. Pengajaran harus diikuti dengan pendidikan dengan cara menunjukkan aspek pendidikan pada setiap ilmu yang diajarkan. Berbagai situasi dan kondisi lingkungan harus dijauhkan dari hal-hal ysng dapat merusak moral.
Oleh : Muhammad Fajar Mahasiswa IAIN Metro
Langganan:
Postingan (Atom)